
HIDUP UNTUK BERMIMPI, BERMIMPI UNTUK HIDUP
“Tanpa disadari, hidup yang saya jalani saat ini merupakan perwujudan satu persatu mimpi saya sejak kecil.”
Anistia Malinda Hidayat
Saya lahir dari sebuah keluarga yang biasa saja, tetapi ayah saya selalu mengajarkan untuk bermimpi yang tidak biasa. Saya ingat betul, dahulu setiap kali melewati SMPN 1 Kota Mojokerto, ayah saya selalu bilang “Ini sekolah orang pinter-pinter, Nak. Kalau bisa nanti bisa lanjut disini”.
Kalimat yang selalu, iya selalu, diulang-ulang oleh ayah saya tiap lewat sekolah tersebut. Saya yang notabene berasal dari SD di sebuah desa kecil, jauh dari kata favorit, tentu tidak punya rasa percaya diri sebesar itu untuk terpikirkan bisa melanjutkan sekolah disana. “Mana mungkinlah”, batin saya.
Tak disangka tak dinyana, rupanya doa orang tua saya lebih besar dari ketidakmungkinan itu, saya bisa masuk sekolah tersebut dan bisa dibilang cukup berprestasi.
Mimpi saya untuk bisa naik pesawat terbang terbayar lunas karena kebetulan terpilih sebagai salah satu perwakilan Jawa Timur untuk mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) di Medan tahun 2010. Mimpi saya tidak berhenti sampai disitu, Anistia remaja kemudian ingin melanjutkan pendidikan di SMA berasrama, namun saya sadar kondisi ekonomi orang tua tidak memungkinkan untuk itu.
Bersyukur, angin keberuntungan kembali hadir, saya diterima sebagai salah satu penerima beasiswa Sampoerna Fondation. Semuanya gratis tis tis. Dari yang mulanya berpindah dari desa ke kota untuk melanjutkan SMP, sekarang saya berpindah keluar kota. “Nampaknya seru juga kalau bisa berpindah provinsi setelah ini”, kelakar saya dalam hati.
God is good. Siapa yang menyangka jika kelakar itu kemudian menjadi kenyataan. Saya melanjutkan perjalanan akademis saya di Sekolah Tinggi Klimatologi dan Geofisika (STMKG). Di tempat ini, tidak sedikit mimpi yang juga bisa terwujud. Saya mulai aktif menulis dan mengikuti workshop, lomba, seminar, atau conference.
Sebagai penutup akhir tahun, saya didaulat sebagai “Best Research Quality” dalam event Open Seventeen Challenge Spring 2020, sebuah kompetisi internasional yang diadakan oleh International Telecommunication Union (ITU), World Meteorological Organization (WMO), Goodwall, dan AI for good. Malang nasib karena pandemi yang makin merajalela, dengan cukup berat hati saya batal diberangkatkan ke Swiss.
Mimpi saya untuk bisa pergi ke luar negeri harus gugur. Pandemi ini juga menjadi penyebab wisuda saya harus dilaksanakan secara online, mimpi untuk mengajak orangtua saya melihat anaknya di wisuda dan kebetulan diberi kesempatan untuk naik ke panggung, memberikan pidato sebagai lulusan terbaik juga harus saya kubur dalam-dalam. Tetapi, kesedihan itu sirna begitu saja, ketika ibu saya bilang “Terimakasih ya Nak, ibu bangga sama kamu”. Itu cukup, lebih dari cukup untuk membuat hati saya leleh seleleh-lelehnya. Itu kalimat terindah yang pernah saya dengar dari ibu saya.
Entah mungkin saking hebatnya doa kedua orang tua saya, tidak butuh waktu lama setelah lulus, saya diberi kesempatan untuk bisa melajutkan studi ke Prancis, lebih tepatnya di Université Toulouse III Paul Sabatier, tempat di mana pusat organisasi meteorologi Prancis berada. Saya masih sering merasa seperti dalam mimpi, rasanya saya dulu hanya membaca semua ini dari buku atau melihatnya di TV, Maha baik Allah telah memberikan saya semua kesempatan ini.