
Audia Azizah Azani
2007. Usiaku 12 tahun saat itu. Satu persatu barang-barangku dirapikan oleh orang tuaku. Kemudian mereka berpamitan, meninggalkanku di asrama bersama teman-teman baruku. Masih jelas aku mengingat wajah almarhumah nenekku yang bersedih melepas cucunya dari rumah. Awalnya aku tegar. Setelah mereka pergi, barulah aku menangis sembari memandang langit yang tertutup awan hujan.
Aku pikir waktu itu langit ikut bersedih di hari pertamaku merantau. Tak pernah terpikir bahwa 7 tahun kemudian makna cuaca bagiku telah berubah menjadi subjek yang dapat dijelaskan dengan perhitungan fisika.
Namaku Audia, lulusan Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika tahun 2020, jurusan Meteorologi. Saat ini menjadi prakirawan cuaca di Stasiun Meteorologi Maritim Bitung, Sulawesi Utara. Kota Bitung adalah kota kesekian yang menjadi tempat perantauanku setelah merantau sejak masuk SMP.
Aku tidak mengerti mengapa dulu aku setuju saja untuk menempuh pendidikan menengah pertama di luar kota kelahiranku. Sebenarnya ada terbesit rasa iri melihat teman sepantaran menghabiskan masa remajanya dekat dengan orang tuanya, sedangkan aku menjadi dewasa sendiri. Aku mempelajari norma dari guru dan teman-temanku. Aku sering kehilangan arah. Namun, seiring bertambahnya umur, aku (mungkin) sudah menemukan jati diriku.
Kota Bitung memberikan kesan tempat yang sangat berlawanan dengan tempat-tempat yang telah menjadi perantauanku selama ini. Mulai dari budaya, tata krama, hingga kulinernya. Seringkali diriku berkonflik: apakah aku harus mengikuti nilai yang dianut oleh masyakat lokal atau berpegang pada pendirianku?
Ada peribahasa yang bilang, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, yang mana ini menyiratkan anjuran untuk beradaptasi. 15 tahun sudah aku mengarungi perantauan, tetapi masih saja aku merasa bahwa aku tidak cukup pintar menempatkan diriku sebagai perantau yang baik.
Kemudian aku teringat sebuah kalimat yang aku ucapkan ke Ayahku ketika beliau bertanya mengenai pekerjaanku:
“Bah, ulun katuju bagawi di BMKG.”
Yah, aku suka bekerja di BMKG.
Aku tidak perlu menjabarkan alasannya di sini, tetapi aku yakin bahwa itulah yang aku rasakan, terlepas dari suka-duka yang aku alami. Merantau kali ini mengajarkanku untuk menjalankan stoikisme, bahwa ada beberapa hal yang tidak dapat dikendalikan oleh diri sendiri dan tugasku adalah memberikan reaksi terbaik dalam setiap kejadian.
Que sera sera.
Aku akan pulang pada waktunya.
Bitung, 23 Maret 2022
Selamat Hari Meteorologi Dunia!


Itulah yang dialami semua pengembara atau perantau. Selalu ingin pulang kembali apalagi tiap sore selalu diingatkan oleg vhembusan vperlahan a ng in laut. Pengibur hati coba klik: http//:itik-bali.blogspot.com
Bagus sekali, sebuah curahan hati… perasaan yang sama pernah saya alami saat mengawali tinggal di Palembang.
Selalu mesyukuri dan tetap semangat…