Karena cuaca tak memilih siapa yang mengamatinya, maka perempuan pun berhak berdiri di tiang tertinggi demi menjaganya.
![]() |
Kurnia Rubi saat memanjang tiang AWS |
Ada pemandangan yang tidak biasa jika Anda berkunjung ke sebuah lokasi peralatan cuaca dan iklim milik BMKG di wilayah Indonesia bagian tengah. Di tengah panas menyengat atau hujan deras yang turun tiba-tiba, berdiri tegak seorang teknisi berseragam lapangan, memanjat tiang tinggi, mengencangkan baut, menyambung kabel, lalu turun sambil tersenyum.
Yang membuat momen ini istimewa adalah sosok di balik pekerjaan itu: Kurnia Rubi Andini, S.Tr., seorang perempuan muda alumni STMKG angkatan 2018.
![]() |
Kurnia Rubi Andini - Teknisi pada BBMKG III |
Di bidang yang lazimnya dikuasai laki-laki, Rubi memilih berdiri tegak sebagai teknisi peralatan. Bukan karena ingin menantang norma, tapi karena memang di sinilah ia menemukan dirinya.
Sejak awal kuliah, ia sudah menjatuhkan pilihan pada jurusan instrumentasi meteorologi, sebuah bidang yang menggabungkan ketelitian teknis dengan ketangguhan fisik. Ia tahu ini bukan pilihan populer di kalangan perempuan, tapi bagi Rubi, justru di sanalah letak keseruannya.
“Justru karena lebih banyak praktek dan langsung berhadapan dengan alat-alat pengamatan, saya merasa cocok. Seru saja,” ungkapnya.
Deg-degan di Awal, Bahagia di Atas
Hari-harinya kini diisi dengan tugas-tugas yang tidak semua orang sanggup lakukan. Ketika ada gangguan pada alat pengamatan, Rubi turun langsung ke lapangan. Ia membawa peralatan, mendaki menara, kadang dengan medan sulit dan waktu yang terbatas. Tidak jarang ia harus bekerja di bawah matahari terik, atau saat cuaca kurang bersahabat. Tapi ia menjalaninya dengan sepenuh hati.
Tentu, pengalaman pertamanya tidak selalu mulus. Ia mengakui bahwa saat pertama kali diminta memanjat menara peralatan, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Bukan karena takut, tapi karena adrenalin yang tiba-tiba mengalir deras. Namun saat ia mencapai puncak dan memandang ke sekitar, rasa deg-degan itu berubah menjadi kekaguman.
“Dari atas, saya bisa melihat sudut pemandangan yang tidak bisa dilihat oleh banyak orang,” katanya sambil tersenyum.
Menjadi Perempuan dalam Dunia Lapangan
Dunia instrumentasi meteorologi masih dipenuhi oleh stigma bahwa teknisi harus laki-laki. Pekerjaan yang menuntut kekuatan fisik, mobilitas tinggi, serta kemampuan teknis sering kali membuat perempuan enggan memilih jalur ini. Tapi Kurnia Rubi membuktikan bahwa semua itu bisa dijalani, asal ada kemauan dan keyakinan.
Ia bukan hanya menjalankan tugas teknis. Ia sedang membuka ruang. Menunjukkan bahwa perempuan juga bisa hadir dan berkontribusi dalam bidang yang selama ini dianggap “bukan tempatnya.” Setiap kabel yang ia sambung, setiap antena yang ia periksa, adalah simbol dari tekad untuk meruntuhkan batas.
Rubi tidak pernah merasa ia harus menjadi “superwoman.” Ia hanya ingin melakukan tugasnya dengan baik, dan menikmati setiap proses yang datang bersama itu. Ia percaya, menjadi perempuan bukan penghalang untuk mendaki, baik tiang, gunung, maupun karier.
Untuk Perempuan-perempuan yang Masih Ragu
Kisah Rubi adalah pesan bagi banyak perempuan muda, khususnya alumni dan taruni STMKG, bahwa tidak ada jurusan atau bidang kerja yang terlalu “maskulin” selama ada keberanian untuk mencoba.
Dunia lapangan memang menuntut keberanian dan ketahanan, tapi tidak menutup ruang untuk kelembutan, ketelitian, dan ketekunan, hal yang dimiliki perempuan sama kuatnya.
"Awalnya deg-degan, tapi dari atas saya bisa melihat sudut pandang yang tak semua orang bisa lihat. Dan itu membuat saya ingin naik lagi."
— Kurnia Rubi Andini, S.Tr., Teknisi Peralatan BMKG Wilayah III
Maka, jika hari ini ada perempuan muda yang ragu untuk mengambil peran di luar kebiasaan, ingatlah sosok Rubi yang kini menjaga langit Indonesia dari menara-menara tinggi.
Ia bukan hanya memastikan alat cuaca bekerja dengan baik, tapi juga memperbaiki cara kita memandang peran perempuan dalam sains dan teknologi.
0 Komentar