Dari Biak, kami belajar untuk bekerja tanpa sorotan, tetapi tetap berlari kencang mengejar ilmu dan pengabdian.
Di tanah ujung timur Indonesia, berdiri sebuah stasiun meteorologi yang tak hanya mengamati cuaca, tetapi juga mencetak sejarah dalam sunyi. Stasiun Meteorologi Frans Kaisiepo Biak, yang dulunya dikenal sebagai Stasiun Meteorologi Mokmer, telah menjadi bagian dari perjalanan panjang pengamatan atmosfer di wilayah Pasifik Barat sejak era Perang Dunia II.
Pada tahun 1944, wilayah Mokmer digunakan sebagai pangkalan udara oleh Sekutu. Di sinilah, pengamatan cuaca mulai dilakukan secara sistematis oleh militer Amerika. Setelah perang berakhir dan Belanda mengambil alih kembali wilayah ini, dibangunlah fasilitas meteorologi permanen melalui KNMI sebagai bagian dari jaringan penerbangan internasional.
Rumah dinas Kasmet Biak |
Setelah Papua menjadi bagian dari Indonesia, Stasiun Meteorologi Mokmer resmi menjadi bagian dari BMG (sekarang BMKG) pada tahun 1963. Pengembangan terus dilakukan, hingga pada tahun 2014, melalui Peraturan Kepala BMKG, stasiun ini resmi ditetapkan sebagai Stasiun Meteorologi Kelas I, dengan nama Stasiun Meteorologi Frans Kaisiepo Biak, mencerminkan peran strategisnya dalam pengamatan cuaca regional dan internasional.
Dari Timur Jauh, Melangkah ke Pusat
Bagi sebagian orang, Biak dianggap jauh. Terlalu jauh untuk mudik ke Jawa. Terlalu terpencil untuk dijadikan tempat awal karier. Tetapi justru dari tempat inilah banyak alumni AMG menapaki langkah pertama mereka menuju panggung nasional.
Stamet Biak bukan sekadar tempat kerja. Ia adalah ruang awal untuk menguji keteguhan hati. Sebuah tempat yang mengajarkan tentang kesabaran, kerja lapangan, dan pengabdian tanpa sorotan. Dari Biak, banyak yang berangkat ke Jakarta, masuk ke Universitas Indonesia, dan menjadi wajah penting BMKG di tingkat pusat.
Melanjutkan studi ke Fisika UI bukan perkara mudah. Jalurnya terbuka hanya setiap empat hingga enam tahun. Pesaingnya datang dari seluruh penjuru Indonesia. Tapi dari Biak, berkali-kali lahir nama-nama yang lolos seleksi ketat itu.
Jejak Alumni AMG dari Biak yang Menjadi Pemimpin Nasional
Beberapa nama alumni AMG dari Biak yang menempuh studi S1 di UI dan kemudian berkiprah sebagai pemimpin nasional antara lain:
1. Deputi
- Drs. Tuwamin Mulyono→ Pernah menjabat sebagai Deputi Meteorologi BMKG
2. Kepala Pusat / Kepala Biro
- Drs. Syamsul Huda, M.Si→ Pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan BMKG
- Drs. Nasrullah→ Pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Layanan Iklim Terapan BMKG dan Kepala Biro Perencanaan BMKG
3. Kepala Balai Besar / Wilayah
- Drs. Hery Saroso→ Pernah menjabat sebagai Kepala Balai Besar MKG Wilayah I Medan
4. Kepala Stasiun Meteorologi
- Drs. Suyatim, M.Si→ Pernah menjabat sebagai Kepala Stamet Juanda
- Drs. Bambang Hargiyono→ Pernah menjabat sebagai Kepala Stamet Juanda
- Drs. Erasmus Kayadu, M.Si→ Pernah menjabat sebagai Kepala Stamet Sorong
5. Kepala Bidang (Kabid)
- Drs. Endro Tjahjono→ Terakhir menjabat sebagai Kabid Data dan Informasi BBMG Wilayah III Denpasar
- Drs. Hariadi, M.Si→ Pernah menjabat sebagai Kepala Bidang pada Kedeputian Meteorologi
6. Kepala Seksi (Kasi)
- Drs. Stev. Agus Purwanto→ Pernah menjabat sebagai Kepala Seksi pada Kedeputian Meteorologi
- Drs. Sistanto→ Menjabat sebagai Kepala Seksi Data dan Informasi Stamet Hang Nadim Batam
Mereka adalah bukti nyata bahwa jarak geografis tidak pernah membatasi tekad. Dari pulau yang tenang dan jauh dari ibu kota, mereka melangkah dengan kesungguhan, memanjat tangga demi tangga, hingga menjadi wajah institusi di tingkat nasional.
Biak, Bukan Sekadar Stasiun
Stamet Biak adalah tempat yang mengajarkan banyak hal. Tentang kesederhanaan, ketekunan, dan bagaimana ilmu bisa tumbuh dari tempat yang jauh dari pusat. Ia bukan sekadar stasiun cuaca, tapi sekolah kehidupan. Bagi para alumni AMG, Biak menjadi kawah candradimuka tempat ilmu dan pengabdian ditempa.
Ketika kini kita menyebut nama Biak di lingkungan BMKG, bukan hanya lokasinya yang terbayang. Yang hadir adalah rasa hormat. Karena dari titik paling timur negeri ini, telah lahir begitu banyak tokoh, pemimpin, dan pendidik yang memberi warna dalam pembangunan ilmu kebumian Indonesia.
0 Komentar