Mengenang AMG 1971–1974
Sebuah foto lawas, berwarna kehitaman karena waktu, merekam momen yang tak lekang oleh zaman. Foto itu diambil menjelang akhir semester kedua tahun ajaran 1971–1972—sekitar bulan April 1972, lebih dari lima dekade yang lalu. Latar fotonya adalah halaman depan kantor Lembaga Meteorologi dan Geofisika (LMG), yang terletak di Jalan Arief Rachman No. 3, Jakarta Pusat. Kala itu, Akademi Meteorologi dan Geofisika (AMG) merupakan unit kerja setingkat eselon 3 dalam struktur organisasi LMG, yang berada di bawah naungan Departemen Perhubungan.
Tidak ada catatan pasti mengenai momen apa yang menjadi latar pengambilan foto tersebut. Namun, dari gaya santai para mahasiswa dan kehadiran Bapak Drs. Iskahar Mangunredjo—Direktur AMG saat itu—besar kemungkinan foto ini bukan bagian dari acara formal. Dari 37 mahasiswa yang terdaftar, hanya 25 orang yang tertangkap lensa, berpose penuh semangat muda, penuh harapan. Sisanya, entah absen karena tugas atau sebab lain yang kini tinggal menjadi tanda tanya. Ketiga puluh tujuh mahasiswa itu sendiri terdiri dari 25 peserta umum (ikatan dinas LMG), 7 tugas belajar TNI AU, dan 5 tugas belajar LMG.
Salah seorang dari mereka, kini seorang alumni yang mengenang masa itu dengan hangat, menceritakan kembali fragmen-fragmen kecil yang membentuk jalinan cerita besar AMG angkatan 1971–1974. Masa itu adalah masa perintisan, masa pembentukan karakter, sekaligus masa pengabdian sejak dari bangku pendidikan.
Satu hal yang membekas adalah fakta bahwa ketika mereka pertama kali menjejakkan kaki di kampus AMG, tidak ada satu pun senior yang masih aktif. Angkatan sebelum mereka—seperti Mas Heruyono dan Mas Marwoko—telah lulus tahun 1968, dan pada tahun 1969 serta 1970, AMG tidak menerima mahasiswa baru. Mereka seperti "angkatan yatim", yang datang tanpa jejak kakak tingkat, dan justru menjadi tonggak hidup yang memperbarui nafas kampus.
Dalam upaya menciptakan keteraturan, pihak Tata Usaha menyarankan agar mahasiswa menunjuk seorang Ketua Tingkat. Namun karena keberagaman suku dan budaya yang menjadi kekayaan angkatan ini, istilah itu pun berubah menjadi "Kepala Suku"—dengan nada guyon khas mahasiswa. Mas Sukarman terpilih sebagai Kepala Suku pertama, disusul oleh Mas Suwignyo pada tahun-tahun berikutnya. Sebutan itu barangkali sederhana, tetapi mengisyaratkan semangat kekeluargaan dan persatuan yang kuat di tengah keberagaman.
Dari angkatan ini pula lahir dua Srikandi perintis, wanita forecaster pertama di Indonesia: Mbak Suyanti dan Mbak Nyoman Armadi. Sosok-sosok tangguh yang menerobos dominasi dunia meteorologi yang kala itu masih sangat maskulin. Kisah Mbak Armadi yang pernah membuat para pilot di Bandara Ngurah Rai terperangah saat memberikan briefing cuaca untuk pertama kalinya menjadi anekdot inspiratif yang terus dikenang hingga kini.
Angkatan ini juga menyimpan keunikan lain yang bersifat kebetulan namun lucu: ada lima mahasiswa yang memiliki unsur "Pur" dalam namanya—Sukasno Purwito, Djelantik Purwanto, Purwoko Susilo, Ratri Purnomo, dan Ibnu Purwana. Barangkali ini hanya kebetulan linguistik, namun tetap menjadi bahan lelucon dan kenangan hangat di antara mereka.
Memasuki tahun kedua, AMG mulai membuka program persamaan bagi sarjana muda Fisika dan Matematika untuk memperkuat kebutuhan tenaga forecaster, khususnya untuk mendukung pembangunan Jakarta International Airport (JIA) di Cengkareng yang kala itu masih dalam tahap perencanaan. Dari sinilah muncul “adik kelas” yang secara usia dan pengalaman justru lebih senior, seperti Bang Abdul Kadir Padare dan Mas Sukoro. Dinamika ini menambah warna dalam kehidupan kampus yang sudah kaya oleh latar belakang yang beragam.
Namun tidak semua kenangan berwarna cerah. Dari 37 mahasiswa yang diterima pada awal kuliah, hanya 23 orang yang berhasil menyelesaikan studi hingga semester keenam. Sebanyak 18 dari jurusan Meteorologi (11 umum, 1 tugas belajar LMG, dan 6 dari TNI AU), serta 5 dari jurusan Geofisika (2 umum dan 3 tugas belajar LMG). Tingkat kelulusan yang mencapai 62,16% itu, meski terdengar rendah, sesungguhnya mencerminkan betapa ketat dan menantangnya pendidikan di AMG saat itu. Sebuah realitas keras yang membentuk lulusan-lulusan tangguh dan berdedikasi.
Kini, lebih dari 50 tahun berselang, kenangan itu tetap hidup di benak para alumninya. AMG bukan sekadar institusi pendidikan; ia adalah kawah candradimuka yang membentuk pribadi, mempertemukan sahabat seumur hidup, dan menanamkan nilai-nilai pengabdian yang tetap menyala hingga hari ini.
DAFTAR NAMA MAHASISWA AMG INTAKE 1971
No. | Nama | Keterangan |
---|---|---|
1 | Ansor Muchtar | Umum |
2 | Bambang Sarwono | Umum |
3 | Barat Suhardi | TNI AU |
4 | Bustamin Saim | Umum |
5 | Djelantik Purwanto | Umum |
6 | Setyo Harsono | Umum |
7 | Hasan Risahondua | Umum |
8 | Hery Harjanto | Umum |
9 | I Gusti Nyoman Boga | TNI AU |
10 | I Made Rai | LMG |
11 | I Wayan Sutedja | Umum |
12 | Ibnu Purwana | Umum |
13 | Johanis Masinalitha | Umum |
14 | Jusuf Batu | Umum |
15 | Manurgas Simamora | Umum |
16 | Muhammad Idris Arfah | Umum |
17 | Muller Sitohang | Umum |
18 | Ni Nyoman Armadi | Umum |
19 | Prajuto | Umum |
20 | Pudjo Suwono | Umum |
21 | Purwoko Susilo | Umum |
22 | Ratri Purnomo | Umum |
23 | Sarino | LMG |
24 | Sidik Budiman | Umum |
25 | Syahir | Umum |
26 | Subijat DS | TNI AU |
27 | Sujanti | Umum |
28 | Sukarman | LMG |
29 | Sukasono Purwito | TNI AU |
30 | Sunyoto | LMG |
31 | Supeno | LMG |
32 | Sutrasno Hadi | Umum |
33 | Suwignjo | Umum |
34 | Tarael Silalahi | TNI AU |
35 | Tjetjep Sambas | Umum |
36 | Viktor Sitohang | TNI AU |
37 | Wirawan | TNI AU |
Sumber: Bpk. Ibnu Purwana
0 Komentar